Menjadi Penolong di Tengah Dunia yang Pasif: Refleksi dari Cerpen A.A. Navis

Kamis, 29 Mei 2025 19:47 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

Cerpen Penolong mengisahkan tentang Sidin, seorang pemuda yang berlari tergesa-gesa menuju lokasi kecelakaan kereta api di jembatan Lembah.

 
Cerpen Penolong mengisahkan tentang Sidin, seorang pemuda yang berlari tergesa-gesa menuju lokasi kecelakaan kereta api di jembatan Lembah Anai. Hujan rintik-rintik dan malam yang gelap menambah suasana tragis dari peristiwa tersebut.
 
Sidin dan orang-orang lain berlari dengan harapan bisa membantu korban kecelakaan. Kecelakaan serupa pernah terjadi enam bulan sebelumnya, pada masa pendudukan Jepang, ketika transportasi sangat terbatas dan kereta api menjadi satu-satunya sarana.
 
Di lokasi kejadian, Sidin menyaksikan kekacauan dan penderitaan. Ia sempat terhenti oleh rasa takut dan ngeri saat melihat tumpukan mayat dalam gerbong kereta. Namun semangatnya bangkit kembali setelah melihat seorang pemuda lain yang tetap berjuang menyelamatkan korban di tengah kekacauan dan rasa lelah yang melanda para relawan.
 
Analisis menggunakan teori Wallek Waren
 
I. Pendekatan Intrinsik
Pendekatan intrinsik menganalisis karya sastra dari dalam, yaitu dengan menguraikan unsur-unsur pembentuk karya tersebut.
1. Tema
Tema utama cerpen Penolong adalah kemanusiaan dan tanggung jawab moral individu di tengah bencana.
Cerita ini menggambarkan bagaimana Sidin, tokoh utama, merasa terdorong oleh rasa kemanusiaan untuk membantu korban kecelakaan kereta, meskipun awalnya sempat merasa takut.
Navis juga menyisipkan kritik sosial terhadap masyarakat yang pasif bahkan egois dalam menghadapi tragedi.
Subtema:
Pergulatan batin antara rasa takut dan keinginan menolong
Kepahlawanan anonim dalam masyarakat
Keacuhan sosial terhadap penderitaan sesama
2. Tokoh dan Penokohan
Sidin: Tokoh utama, pemuda biasa yang penuh keraguan dan ketakutan, tetapi memiliki hati nurani. Ia simbol manusia awam yang akhirnya digerakkan oleh rasa tanggung jawab moral.
Pemuda penolong: Tokoh pembanding, mewakili sosok ideal: tanpa banyak bicara langsung bertindak. Ia simbol penolong sejati, pemberani yang tidak memikirkan risiko.
Masyarakat umum: Karakter kolektif yang digambarkan pasif, bahkan sebagian sibuk mencari barang berharga (kopi), alih-alih menolong korban.
Teknik penokohan lebih banyak melalui tindakan dan reaksi, bukan deskripsi eksplisit.
3. Alur (Plot)
Jenis: Campuran (maju-mundur).
Struktur:
Eksposisi: Sidin mendengar kecelakaan kereta dan bergegas ke lokasi.
Rising Action: Sidin merasakan kegelisahan dan keraguan.
Klimaks: Sidin melihat korban tewas dan nyaris mundur.
Antiklimaks: Melihat pemuda penolong yang tetap semangat, Sidin tersentuh dan ikut membantu.
Resolusi: Sidin belajar bahwa untuk menjadi penolong, seseorang hanya butuh keberanian moral, bukan status sosial.
4. Latar
Tempat: Jembatan Lembah Anai – latar ikonik yang berbahaya, sering diasosiasikan dengan kecelakaan kereta api.
Waktu: Malam hari, hujan, gelap – memperkuat suasana tegang dan tak menentu.
Sosial: Suasana masyarakat yang terbagi – antara mereka yang tulus menolong dan mereka yang pasif/egois.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang orang ketiga terbatas: Fokus pada Sidin, memberi kita akses ke batin tokoh tanpa membuat narasi jadi serba tahu.
6. Gaya Bahasa
Bahasa lugas tapi kuat emosinya.
Banyak penggunaan majas visual dan kinestetik, misalnya:
“Langkahnya menginjak air, terpercik hujan, tapi semangatnya seperti mati.”
Dialog-dialog pendek tapi mengena.
II. Pendekatan Ekstrinsik
Pendekatan ini mengaitkan karya sastra dengan aspek luar yang memengaruhi karya: sosial, sejarah, budaya, psikologi, dan biografi pengarang.
1. Sosiologis
Cerpen ini merupakan kritik sosial terhadap masyarakat yang mulai kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Banyak tokoh masyarakat dalam cerita yang:
Lebih mementingkan keselamatan dan kenyamanan pribadi.
Sibuk mengambil keuntungan (mencari kopi) dari musibah.
Mengandalkan “orang lain” untuk bertindak sebagai pahlawan.
Ini mencerminkan realitas sosial pasca-kemerdekaan Indonesia yang mengalami pergeseran nilai kolektif ke arah individualistik dan pragmatis.
2. Psikologis
Tokoh Sidin mengalami konflik batin yang kuat:
Ketakutan dan empati bersaing dalam dirinya.
Semangatnya bangkit setelah melihat tindakan nyata dari pemuda lain.
Ini menunjukkan pentingnya teladan moral dalam membangkitkan keberanian individu.
Konflik internal Sidin menggambarkan dilema psikologis umum manusia biasa di hadapan situasi luar biasa.
3. Biografis
A.A. Navis dikenal sebagai sastrawan yang vokal terhadap kemunafikan sosial dan kemerosotan moral, sebagaimana juga tampak dalam cerpen terkenalnya Rubuhnya Surau Kami. Dalam Penolong, gaya ini konsisten: ia mengajak pembaca tidak hanya mengagumi penolong ideal, tetapi berkaca – apakah kita siap menjadi penolong dalam situasi nyata?
 
Kesimpulan (Sintesis)
Dengan menggabungkan analisis intrinsik (struktur cerita, tokoh, tema) dan ekstrinsik (realitas sosial dan psikologi), Penolong adalah refleksi tajam tentang:
nilai kemanusiaan yang universal.
 
Kepahlawanan tanpa pamrih
Kritik terhadap pasivitas masyarakat
A.A. Navis ingin menyampaikan bahwa menjadi penolong bukanlah soal status, pangkat, atau kekuatan fisik, melainkan keberanian moral untuk bertindak saat orang lain diam.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler